Subscribe:

Pages

Minggu, 05 Agustus 2012

Fenomena Alay



JAMAN selalu berubah. Kebiasaan anak-anak muda seperti terjadi begitu saja tanpa diketahui dari mana asal muasal kebiasaan tersebut dan bagaimana hal tersebut menjadi sebuah trend yang diterima sebagian besar kalangan anak muda. Sebagian besar dari anak muda yang mengikuti kebiasaan tersebut pun bahkan tidak tahu mengapa ia harus mengikuti sebuah trend yang sedang berkembang. Kebanyakan meeka hanya menjadi pengikut sebuah trend yang memang sedang banyak digandrungi anak muda. Dalam komunitas anak muda, orang semacam ini disebut followers.

Salah satu yang berkembang saat ini adalah fenomena ”alay” yang sering kali disebut-sebut dalam berbagai media. Tidak banyak yang tahu bagaimana istilah ini mucul dan kenapa menggunakan istilah ini. Berdasarkan dan wawancara kebanyakan menyebutkan bahwa alay adalah singkatan dari “anak layangan”. Disebut anak layangan untuk menggambarkan sesorang yang sebenarnya kampungan, dekil, kumal dan berambut merah karena sering terkena matahari. Pendefinisian ini kemudian terus berkembang menjadi seseorang yang sebenarnya kampungan namun ingin tampil mencolok di tengah komunitasnya atau masyarakat umum. Hal ini bisa dilihat dengan kebiasaan mereka yang berbicara dan berdandan sedikit berlebihan.

Ciri-ciri umum yang sering terlihat adalah duduk-duduk di tempat keramaian dengan gaya yang mencolok dan bergerombol. Cara bergerombol ini sangat efektif mengingat biasanya mereka akan berkomunikasi dengan cara mereka dan terlihat memiliki banyak teman. Segala sesuatu yang terlihat mencolok ini biasanya dilakukan untuk menunjukkan keberadaan mereka. Cara mencolok ini juga dilakukan dengan menampilkan banyak foto di akun facebook atau twitter mereka sekadar untuk menunjukkan keberadaan mereka. Inilah yang membuat seorang anak muda menjadi terlihat berlebihan baik itu dalam berpakaian, berbicara, ataupun berfoto dengan gaya mereka masing-masing.





Salah satu yang menjadi trend tersendiri dalam fenomena ini adalah cara mereka dalam menuliskan SMS. Banyak kata yang mungkin tidak dimengerti orang tua di jaman sekarang ini mengingat penggunaan kata-kata yang bisa dikatakan tidak baku. Banyaknya penggabungan huruf besar dan huruf kecil serta penyingkatan dan penggantian huruf menjadi angka membuat kata-kata mereka semakin sulit dimengerti. Beberapa contoh adalah mengganti kata maaf dengan “mu’uph, m44f atau muphs”, kata “lagi” diganti dengan “agi, l46y, agy”.

Tentang fenomena itu, pakar sosial, Koentjara Ningrat mengatakan bahwa alay adalah gejala yang dialami pemuda-pemudi Indonesia, yang ingin diakui statusnya di antara teman-temannya. Gejala ini akan mengubah gaya tulisan, dan gaya berpakaian, sekaligus meningkatkan kenarsisan, yang cukup mengganggu masyarakat dunia maya. Diharapkan sifat ini segera hilang, jika tidak akan mengganggu masyarakat sekitar. Sedangkan  Selo Soemardjan mengatakan bahwa Alay adalah perilaku remaja Indonesia, yang membuat dirinya merasa keren, cantik, hebat diantara yang lain. Hal ini bertentangan dengan sifat rakyat Indonesia yang sopan, santun, dan ramah. Faktor yang me-nyebabkan bisa melalui media TV (sinetron), dan musisi dengan dandanan seperti itu.”

Dari semua pema-paran ini yang terpen-ting adalah bagaimana seorang anak muda dapat menemukan jati dirinya sendiri. Pencitraan diri sendiri kepada orang lain memang diperlukan, namun bukan berarti menjadi orang lain dengan gaya yang sebenarnya dibuat-buat. Dalam situasi pemaksaan semacam inilah anak muda sering kali menjadi lupa siapa dan bagaimana dirinya seharusnya bertindak. Lebih fatalnya lagi adalah bahwa seorang anak muda yang lupa akan siapa dirinya karena pengaruh dari luar, bisa saja terikut dalam pengaruh-pengaruh lain yang tidak diinginkan seperti narkotika, alkohol, dan seks bebas. Hal ini mungkin saja terjadi mengingat ia sendiri melakukan sesuatu karena pengaruh dari luar dirinya sendiri dan bukan atas dasar kemauannya sendiri.

Jadi, kalau memang senang dan ingin mengikuti sebuah trend apapun termasuk itu “alay”, sebaiknya hal tersebut merupakan keinginan diri sendiri dan bukan karena terpengaruh orang lain. Apa lagi melakukan hal tersebut agar dapat diterima dalam pergaulan. Bayangkan kalau ternyata orang lain menyukai kita karena sesuatu yang sebenarnya bukan berasal dari diri kita sendiri, bukankah itu artinya orang tersebut tidak dapat menerima kita apa adanya. Tentu akan menyenangkan kalau kita menjadi seorang trendsetter, bukan follower yang bisanya hanya mengikuti trend. 

sumber : http://reformata.com

0 komentar:

Posting Komentar